Thursday, September 21, 2006

Cinta di atas Cinta

Pengalaman batin para pahlawan ternyata jauh lebih rumit dari yang kita bayangkan. Apa yang terjadi, misalnya, jika kenangan cinta hadir kembali di jalan pertaubatan seorang pahlawan? Keagungan!

Itulah misalnya pengalaman batin Umar bin Abdul Aziz. Sebenarnya, Umar seorang ulama, bahkan seorang mujtahid. Namun ia besar di lingkungan istana Bani Ummayah, hidup dengan gaya hidup mereka bukan gaya hidup seorang ulama. Ia bahkan menjadi trensetter di lingkungan keluarga kerajaan. Shalat jamah kadang ditunda karena ia masih menyisir rambutnya.

Namun begitu ia menjadi khalifah, tiba tiba kesadaran spritualnya justru tumbuh mendadak pada detik inagurasinya. Ia pun bertaubat. Sejak itu ia bertekat untuk berubah dan merubah dinasti Bani Ummayah. "Aku takut pada neraka" katanya.

Ia memulai perubahan besar itu dari dalam dirinya sendiri, istri , anak anaknya,keluarga kerajaaan, hingga seluruh rakyatnya. Kerja kerasnya membuahkan hasil , walaupun hanya memerintah 2 tahun 5 bulan, tetapi ia berhasil menggelar keadilan, kemakmuran dan kejayaan serta nuansa suasana Khulafaur rasyidin . Maka ia pun digelari khalifah Khulafaur Rasyidin ke 5.

Akan tetapi, itu ada harganya. Fisiknya segera anjlok. Saat itulah istrinya datang membawa kejutan besar, membawakan seorang gadis kepada suaminya untuk dinikahkan (lagi). Ironis....karena Umar sudah lama mencintai dan sangat menginginkan gadis itu, juga sebaliknya. Namun, istrinya Fatimah, tidak pernah mengijinkannya ; atas nama cinta dan cemburu. Sekarang, justru sang istrinyalah yang membawanya sebagai hadiah. Fatimah hanya ingin memberikan dukungan moril kepada suaminya.

Itu saat terindah dalam hidup Umar, sekaligus saat paling mengharu biru. Kenangan romantika sebelum saat perubahan bangkit kembali dan menyalakan api cinta yang dulu pernah membakar segenap jiwanya. Namun, cinta ini hadir di jalan pertaubatannya, ketika cita citanya untuk merubah umat belum selesai. Cinta dan cita bertarung, disini....., di pelataran hati sang Khalifah, Sang Pembaharu.

Apa yang salah jika Umar menikahi gadis itu? Tidak ada! Tapi, " Tidak ! Ini tidak boleh terjadi. Saya benar benar tidak merubah diri saya kalau masih harus kembali ke dunia perasaan semacam ini," kata Umar. Cinta yang terbelah dan tersublimasi di antara kesadaran psiko-spritual, berujung dengan keagungan; Umar memenangkan cinta yang lain.....Akhirnya ia menikahkan gadis itu dengan pemuda lain.

Tidak ada cinta yang mati disini. Karena sebelum meninggalkan rumah Umar, gadis itu bertanya dengan sendu, " Umar, dulu kamu pernah sangat mencintaiku. Tapi kemanakah cinta itu sekarang?" Umar bergetar haru, namun kemudian menjawab, " Cinta itu masih tetap ada, bahkan kini rasanya jauh lebih mendalam. Tapi ....Ada cinta di atas cinta.


Anis Matta

No comments: