Tuesday, November 21, 2006

Thalhah bin Ubaidillah

Memang sudah sangat sepantasnyalah bahwa generasi sahabat-sahabat Rasulullah SAW adalah generasi terbaik yang pernah menginjakkan kaki di bumi fana ini. Mereka dibimbing langsung oleh Rasulullah, di hadapkan oleh cobaan-cobaan super berat kala itu, menjadikan iman yang tertanam sangat dalam menghujam ke dada. Thalhah bin Ubaidillah adalah salah satu diantara sahabat mulia ini, seorang pecinta Allah dan Rasulullah, sehingga tidak adalah yang lebih ditakuti dan dikhawatirkan olehnya kecuali kala kekasihnya disakiti atau terluka.

Thalhah bin Ubaidillah adalah seorang pemuda Quraisy, seperti para pemuda Quraisy lainnya, pilihan hidup Thalhah adalah menjadi pedagang, bersama kafilah dagang lain, ia biasa bepergian ke Syam. Meskipun masih muda, Thalhah sangat cerdik dan pintar, sehingga bisa mengalahkan para pedagang yang lebih tua lainnya.

Setiba di Bushra, sebuah kota di wilayah Syam, terjadilah peristiwa yang menarik yang dialami oleh Thalhah. Dari sinilah titik awal perubahan dalam kehidupan Thalhah bin Ubaidillah.
Seorang pendeta berteriak-teriak,”Wahai pedagang sekalian, adakah tuan-tuan yang berasal dari kota Mekah?”
Kebetulan Thalhah berdiri tidak jauh dari Pendeta tersebut, segera ia menghampiri,”Ya, aku penduduk kota Mekah.”
“Sudah munculkah di tengah-tengah kalian orang yang bernama Ahmad?”, tanya pendeta tersebut.
“Ahmad yang mana?”.
“Ahmad bin Abdullah bin Abdul Muthalib. Bulan ini pasti muncul sebagai penutup para Nabi. Kelak ia akan hijrah ke negerimu, pindah dari negeri batu-batu Hitam yang banyak pohon kurmanya. Ia akan pindah ke negeri yang subur makmur, memancarkan air dan garam, sebaiknya engkau segera menemuinya anak muda,” sambung pendeta itu.

Ucapan pendeta itu sangat membekas di hati Thalhah, segera dengan terburu-buru, ia mengarah pulang menuju mekah. Tak dihiraukan kafilah dagang yang masih sibuk di pasar itu.

Sesampai di Mekah, bertanya ia kepada keluarganya,“Adakah peristiwa penting yang terjadi setelah aku meninggalkan Mekah?.“
„Ada. Muhammad bin Abdullah mengatakan dirinya Nabi. Abu Bakar mempercayainya dan mengikuti dirinya.“

Segeralah ia menemui Abu Bakar dan menanyakan kebenaran berita tersebut. Tatkala ia bertemu Abu Bakar, Abu Bakar membenarkan semua peristiwa itu, begitu juga dengan keimanan beliau kepada Rasulullah Muhammad. Usai mendengarkan cerita Abu Bakar, Thalhah pun menceritakan kisahnya dengan Pendeta di negeri Syam. Setelah mendengar cerita Thalhah, segeralah mereka berdua menemui Rasulullah SAW.

Ketika bertemu Rasulullah, maka beliau menjelaskan tentang Islam, tentang kebaikan dunia dan Akhirat serta membaca beberapa ayat Al qur’an. Demi setelah mendengar kata-kata dan penjelasan Rasulullah, tenanglah dan lapanglah dada Thalhah, dengan serta merta ia mengatakan,“Sungguh aku bersaksi Tiada Tuhan selain Allah dan engkau Muhammad adalah Rasulullah“. Mulai detik itu, tidak adalah wajah yang lebih dicintai untuk dipandang kecuali Rasulullah, tiada kata-kata, kecuali yang keluar dari mulut Rasulullah, agama ini dicintai lebih dari Hidupnya sendiri.

Ketika mendengar berita keislaman Thalhah, maka seluruh Keluarganya dan Ibunya kaget luar biasa, mereka berusaha membujuk Thalhah untuk kembali ke agama nenek moyangnya, tetapi pendirian Thalhah laksana batu karang yang teguh. Bahkan Ibunda Thalhah tidak segan-segan menyiksa anaknya, mengikatnya, memukulinya, dibawa sepanjang jalan. Suatu saat, ketika penyiksaan kepadaThalhah berlangsung, adalah Abu Bakar didekatnya, oleh salah seorang laki-laki bernama Naufal bin Khuilit yang dijuluki Singa Quraisy mengikat mereka berdua menjadi satu dan disiksa.

Hari-hari terus berlalu. Peristiwa saling sambung menyambung. Cobaan yang dihadapi bukanlah surut tetapi justru bertambah berat. Tetapi bakti Thalhah dalam berjuang dalam barisan kaum Muslimin justru semakin bertambah mantap, bertambah besar.

Dalam peperangan Uhud, saat itu barisan kaum Muslimin terpecah belah, yang tersisa di sisi Rasulullah hanyalah 11 orang Anshar dan Thalhah dari Muhajirin. Rasulullah mengawal mereka, tetapi dihadang oleh kaum Musyrikin.
„Siapa berani melawan mereka, akan menjadi sahabatku kelak di surga,“ Seru Rasulullah
„Aku, wahai Rasulullah“, jawab Thalhah
„Tidak!, engkau tetap pada posisimu“, tegas Rasulullah
„Aku, ya Rasulullah“, kata seorang Anshar
„Ya, majulah“.
Prajurit Anshar itu maju dan berusaha melawan pasukan Musyrikin, tetapi karena kekuatan tidak berimbang, maka sahabat itu menemui syahidnya.
„Siapa yang berani melawan mereka?“seru Rasulullah lagi
„Aku, wahai Rasulullah“, Jawab Thalhah
„Tidak, engkau tetap di tempatmu“.
Lalu prajurit Anshar menggantikannya, dan prajurit itupun menemui syahidnya. Sampai beberapa kali peristiwa itu terjadi, dan selalu lah Thalhah yang pertama kali menyahut seruan Rasulullah. Sehingga tibalah saatnya beliau maju dan bertempur menghadapi musuh-musuh. Beliau berperang dengan penuh semangat dan keberanian, berusaha melindungi Rasulullah jangan sampai kaum Musyrikin mendekati beliau. Kemudian Thalhah kembali ke dekat Rasulullah, diwajahnya berlumuran darah, giginya banyak yang patah, bibirnya sobek, darah mengalir di sekujur tubuhnya. Tetapi beliau terus berusaha melindungi Rasulullah, seakan-akan tidak rela tubuh kekasihnya dilukai walau cuma sedikit.

Saat itu Abu Bakar dan Abu Ubaidah bin Jarrah berada agak jauh dari Rasulullah, kemudian setelah mendekat, berkata Rasulullah,“Aku tidak apa-apa, bantulah sahabat kalian Thalhah bin Ubaidillah“.
Keduanya segera bergegas mencari Thalhah, ketika ditemukan, sungguh tubuhnya penuh dengan luka, tidak kurang dari tujuh puluh sembilan luka tebasan pedang berada di tubuhnya. Pergelangan tangannya putus sebelah. Sehingga mereka mengira Thalhah telah menemui Syahidnya. Tetapi ternyata Thalhah masih Hidup.

Sejak saat itu apabila orang-orang membicarakan tentang perang Uhud, maka dikatakan lah bahwa perang hari itu adalah perang milik Thalhah seluruhnya. Bahkan Rasulullah memberikan gelar kepadanya dengan mengatakan,“Siapa yang ingin melihat orang berjalan di muka bumi setelah syahidnya, lihatlah Thalhah“.

Pun demikian beliau tidaklah sombong, bahkan beliau terkenal dengan kepemurahan Hatinya. Suatu hari ia berdagang dan membawa keuntungan sebanyak 700.000 Dirham. Malamnya ia terlihat resah dan gelisah, melihat hal itu istrinya Ummu Kultsum bertanya,“Adakah kesalahan yang kami lakukan?“. „Tidak, hanya saja pikiran aku terganggu. Aku ingin tidur, sedangkan masih banyak harta yang menumpuk di rumah ini“. „Janganlah risau, besok bagikanlah harta tersebut kepada yang membutuhkan“. Demi mendengar ucapan istrinya yang menenangkan, hilanglah resah gelisah, karena ia sudah mengetahui dengan jelas apa yang ia akan lakukan esok paginya.

Demikianlah kisah Thalhah bin Ubaidillah, cahaya kebenaran telah terpancar di mata hatinya, sehingga meninggalkan bujukan keluarga dan ibunya untuk berjalan menuju Robb dan Rasulullah. Menerima „hadiah“ 70 luka pada perang Uhud, hanya untuk melindungi kekasihnya. Tidak bisa tidur nyenyak dikarenakan harta yang menumpuk di rumahnya. Terkadang hati berharap, tidak perlu lah hingga terluka ataupun menderita, supaya hati dimudahkan dalam berinfak di jalan Allah, ataupun terbuka hati nurani para pejabat dan pengusaha di indonesia melihat fakir miskin anak terlantar di jalan-jalan ibukota cukuplah. Tetapi kenyataan, terkadang yang dipikirkan ketika hendak tidur adalah bagaimana menimbun uang lebih banyak lagi di Deutsche Bank, Swiss Bank, Bank Indonesia atau memiliki rumah lebih besar lagi, mobil lebih mewah. Mudah-mudahan diri hamba ini dan kita semua bisa belajar dari kisah Thalhah bin Ubaidillah „Syahid yang Hidup“.

21.11.2006,

RLN

No comments: